![]() |
| ketua DPP Gerakan KAWAN Kamaludin |
kabupaten Tangerang, 4 Desember 2025 Bau busuk tata kelola Perumda Pasar Niaga Kertaraharja (PNKR/NKR) kini sudah tidak bisa ditutupi lagi. Di bawah kendali Dirut Finny Widiyanti, BUMD ini menjelma menjadi lembaga yang paling berantakan di Kabupaten Tangerang. Publik menyebut PNKR bukan perusahaan daerah, tapi bangunan tua tanpa otak manajemen yang hidup dari uang rakyat namun tak mampu menghasilkan apa-apa.
Gerakan KAWAN menegaskan PNKR layak disebut “museum kegagalan publik.” Semua unsur kerusakan ada di sana: laporan keuangan amburadul, aset tidak jelas, PAD janggal, hingga hilangnya dokumen penting. PNKR tampak seperti warung gelap yang bahkan tidak tahu letak buku catatannya sendiri. Ini bukan sekadar kacau, tetapi benar-benar bobrok dari akar sampai pucuk.
![]() |
| Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Kab.Tangerang (APPSI), Sugandi |
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Kab.Tangerang (APPSI), Sugandi, memukul lebih keras lagi. Selama bertahun-tahun, dari berbagai pergantian Direksi dan Dewas, PNKR tidak pernah sekalipun membangun SDM pedagang pasar. Tidak ada pelatihan, tidak ada pemberdayaan, tidak ada program ekonomi. Ribuan pedagang dibiarkan hidup dengan nasib masing-masing, sementara manajemen PNKR sibuk mengurus hal-hal yang tak jelas manfaatnya.
Menurut Sugandi, PNKR bahkan tidak punya program kerja jangka pendek, menengah maupun panjang. Menghadapi gelombang pasar bebas dan serbuan pelaku dagang online, PNKR malah seperti kapal kehilangan kapten—melaju tanpa arah, tanpa strategi, tanpa kecerdasan memimpin. Ketidakbecusan ini dianggap sebagai bentuk pengkhianatan terhadap kepentingan pedagang pasar.
Kamaludin dari Gerakan KAWAN menyebut kegagalan PNKR sudah pada level “ketidakmampuan ekstrem.” Ia menyindir laporan PAD PNKR yang dua tahun berturut-turut sama persis, lalu anjlok 70% tahun berikutnya tanpa penjelasan. “Ini bukan hitungan profesional, ini angka gacha,” tegasnya. Publik pun semakin yakin bahwa PNKR tidak dikelola oleh manajer, melainkan oleh orang yang tak mengerti apa yang dikelolanya.
Lebih parah lagi, fungsi pengawasan DPRD ikut membusuk. Komisi 3 DPRD Kabupaten Tangerang, yang seharusnya menjadi benteng kontrol, justru dinilai paling mandul.
Sementara itu, sejumlah rekan media ketika dikonfirmasi dan mendatangi kantor DPRD Kab.Tangerang pada 1 Desember 2025, tak ada satu pun anggota Komisi 3 yang berani muncul. Ketua Komisi 3, Gita Swarantika, bahkan disebut “menghilang” meski dihubungi berkali-kali.
“Ini Komisi Pengawasan atau Komisi Kabur?” sindir Kamaludin tajam. Publik mulai mempertanyakan: apakah Komisi 3 tidak mampu, tidak peduli, atau sengaja menutup mata? Ketidakhadiran mereka di momen krusial justru mempertegas dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres di belakang panggung.
Gerakan KAWAN mengungkap indikasi pembiayaan fiktif dalam laporan keuangan PNKR. Lebih jauh, tersiar kabar adanya kemungkinan kongkalikong antara oknum Komisi 3 DPRD dan Direksi PNKR. Jika benar, maka Komisi 3 tidak hanya gagal mengawasi—mereka justru menjadi tameng bagi kebodohan dan dugaan penyimpangan Direksi. Ini bukan lagi kelalaian, tetapi potensi skandal besar.
APPSI dan Gerakan KAWAN sepakat bahwa PNKR kini bukan perusahaan, melainkan lubang hitam yang menelan miliaran uang rakyat tanpa jejak kinerja. Keberadaan PNKR dengan pola manajemen bodoh dan pengawasan mandul dianggap sebagai simbol kehancuran tata kelola daerah yang tidak bisa lagi dibiarkan.
Gerakan KAWAN mengeluarkan ultimatum keras: PNKR dan Komisi 3 diberi waktu 10 hari untuk membuka seluruh dokumen 2020–2025. Jika tidak, maka tindakan mereka akan dianggap sebagai bentuk penghalangan transparansi publik—gerbang masuk bagi aparat penegak hukum. “Kalau Direksi dan Komisi 3 tidak mampu, ya angkat kaki!” tegas Kamaludin.
Publik kini tinggal menunggu apakah PNKR dan Komisi 3 berani buka-bukaan atau kembali bersembunyi. Namun satu hal pasti: Gerakan KAWAN dan APPSI tidak akan diam. Mereka siap membawa perkara ini ke Inspektorat, BPK, BPKP, Ombudsman, hingga Kejaksaan. Bila kondisi PNKR tetap begini, wacana pembubaran bukan ancaman kosong—itu menjadi kebutuhan mendesak demi menyelamatkan uang rakyat dan martabat daerah.


Tidak ada komentar:
Tulis komentar